Terapi Humanistik Eksistensial
Psikologi
Eksistensial atau sekarang berkembang dengan nama psikologi Humanistik
atau psikologi holistic berawal dari kajian filsafat yang diawali dari
Sorean Kierkigard tentang eksistensi manusia. Sebelum psikologi modern
membuka dirinya pada pemikiran (school of thought) berbasis emosi
dan spiritual yang transenden, psikologi terlebih dahulu dipengaruhi
oleh ide-ide humanistik. Psikologi humanistik berpusat pada diri,
holistik, terobsesi pada aktualisasi diri, serta mengajarkan optimisme
mengenai kekuatan manusia untuk mengubah diri mereka sendiri dan
masyarakat. Terdapat gerakkan eksistensialisme pada abad 19 yang
dikemukakan oleh seorang filsuf bernama Søren Kierkegaard. Dalil utama
dari eksistensialisme adalah keberadaan (existence) individual manusia yang dialami secara subjektif
Istilah eksistensi berasal dari akar kata ex-sistere,
yang secara literal berarti bergerak atau tumbuh ke luar. Dengan
istilah in hendak dikatakan oleh para eksistensialis bahwa eksistensi
manusia seharusnya dipahami bukan sebagai kumpulan substansi-substansi,
mekanisme-mekanisme, atau pola-pola statis, melainkan sebagai “gerak”
atau “menjadi”, sebagai sesuatu yang “mengada”.
Eksistensialisme
adalah aliran filsafat yang bersaha memahami kondisi manusia
sebagaimana memanifestasikan dirinya di dalam situasi-situasi kongkret.
Kondisi manusia yang dimaksud bukanlah hanya berupa ciri-ciri fisiknya
(misalnya tubuh dan tempat tinggalnya), tetapi juga seluruh momen yang
hadir pada saat itu (misalnya perasaan senangnya, kecemasannya,
kegelapannya, dan lainnya). Manusia eksistensial lebih sekedar manusia
alam (suatu organisme/alam, objek) seperti pandangan behaviorisme, akan
tetapi manusia sebagai “subjek” serta manusia dipandang sebagai satu
kesatuan yang menyeluruh, yakni sebagai kesatuan individu dan dunianya.
Manusia tidak dapat dipisahkan sebagai manusia individu yang hidup
sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dengan lingkungan dan habitatnya
secara keseluruhan. Manusia (individu) tidak mempunyai eksistensi yang
dipisahkan dari dunianya dan dunia tidak mungkin ada tanpa ada individu
yang memaknakannya. Individu dan dunia saling menciptakan atau
mengkonstitusikan (co-constitute). Dikatakan saling menciptakan (co-constitutionality),
karena musia dengan dunianya memang tidak bisa dipisahkan satu dari
yang lainnya. Tidak ada dunia tanpa ada individu, dan tidak ada individu
tanpa ada dunia. Individu selalu kontekstual, oleh karena sebab itu
tidak mungkin bisa memahami manusia tanpa memahami dunia tempat
eksistensi manusia, melalui dunianyalah maka makna eksistensi tampak
bagi dirinya dan orang lain. Sebaliknya individu memberi makna pada
dunianya, tanpa diberi makna oleh individu maka dunia tidak ada sebagai
dunia.
Psikologi
eksistensial adalah ilmu pengetahuan empiris tentang eksistensi manusia
yang menggunakan metode analisis fenomenologis. psikologi eksistensial
bertentangan dengan pemakaian konsep kausalitas yang berasal dari ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi.
Asal Muasal Psikologi Eksistensial dalam Psikologi
Tokoh psikologi eksistensial yang terkenal adalah Ludwig Binswanger (1881) dan Medard Boss
(1903). Psikologi eksistensial menolak konsep tentang kausalitas,
dualisme antara jiwa dan badan, serta pemisahan orang dari
lingkungannya.
Ludwig Binswager
lahir pada tanggal 13 april 1881, di Kreuzlingen, Swiss di tengah
keluarga yang memiliki tradisi kedokteran dan psikiatrik kuat. Kakeknya,
yang namanya kecilnya juga Ludwig adalah pendiri Belleuve Sanatorium di
Kruezlingen pada tahun 1857. ayahnya Robert adalah direktur Sanatorium
tersebut. Pada tahun 1911, Binswanger diangkat menjadi direktur medis
Belleuve sanatorium.
Ludwig
meraih gelar sarjana kedokteran dari University of Zurich tahun1907.
Dia belajar dibawah bimbingan Carl Jung dan menjadi asistennya dalam
Freudian society. Seperti halnya Jung, dia juga lebih terpengaruh Eugen
Bleuleur, seorang psikiatri Swiss terkemuka. Dia adalah salah seorang
pengikut pertama Freud di Swiss. Pada awal 1920-an, Binswanger menjadi
salah pelopor pertama dalam menerapkan fenomenologi dalam psikiatri.
Sepuluh tahun kemudian dia menjadi seorang analisis eksistensial.
Binswanger mendefinisikan analisis eksistensial sebagai analisis
fenomenologis tentang eksistensi manusia yang actual. Tujuannya adalah
rekonstruksi dunia pengalaman batin.
Binswanger
adalah terapis pertama yang menekankan sifat dasar eksistensial dari
tipe krisis yang dialami pasien dalam pengalaman terapi. Binswanger pada
dasarnya berjuang untuk menemukan arti dalam penyakit gila dengan
mnerjemahkan pengalaman para pasien kedalam teori psikoanalisis. Setelah
membaca pendekatan filsafat Heidegger “Being in time” (1962),
Binswanger menjadi lebih eksistensial dan fenomenologis dalam
pendekatannya kepada para pasien. Pada tahun 1956, Binswanger berhenti
menjadi direktur Sanatorium setelah menduduki posisi tersebut selama 45
tahun. Dia terus melakukan studi dan menulis sampai meninggal pada tahun
1966.
Sedangkan Medard Boss
lahir di St. Gallen, Swiss pada tanggal 4 oktober 1903. kemudian
menghabiskan masa mudanya di Zurich pusat aktivitas psikologi saat itu.
Dia menerima gelar kedokteran university of Zurich pada tahun 1928.
kemudian melanjutkan studi ke Paris dan Wina serta membiarkan dirinya
dianalisis oleh S.Freud. Mulai tahun 1928, dia bergabung dengan Carl
Jung yang menunjukkan pada Boss kemungkinan lepasnya psikoloanalisis
dari interpretasi Freudian.
Dalam
masa-masa itu, Boss membaca karya-karya Ludwig Binswanger dan Martin
Heidegger. Pertemuannya dengan Heidegger pada tahun 1964 yang kemudian
berlanjut dengan persahabatannyalah yang membawanya kepada psikologi
eksistensial. Pengaruh dalam eksistensial sangat besar sehingga sering
disejajarkan dengan Binswanger.
Konsep
dasar filsafat eksistensialistik sebagai kelompok ketiga menurut
Blocher adalah kerinduan manusia untuk mencari sesuatu yang penting,
sesuatu yang bermakna dalam dirinya. Sesuatu yang paling bermakna di
dalam diri seseorang adalah eksistensi dirinya. Perhatian yang lebih
besar terhadap pribadi, terhadap manusia daripada terhadap system yang
formal. Konsep identitas menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan dalam
kehidupan manusia. Mengenai ini, Beck (1963) menyusun beberapa paham
dasar sebagai konsep dasar falsafahnya yang diambil sebagian besar dari filsafat eksistensialisme, sebagai berikut:
- Setiap pribadi bertanggungjawab terhadap perbuatan-perbuatannnya sendiri.
- Orang harus menganggap orang lain sebagai obyek dari nilai-nilai sebagai bagian dari perhatiannya.
- Manusia berada dalam dunia realitas.
- Kehidupan yang bermakna harus terhindar sejauh mungkin dari ancaman, baik fisik maupun psikis.
- Setiap orang memiliki latar belakang keturunannya sendiri dan memperoleh pengalaman-pengalaman unik.
- Orang bertindak atas dasar pandangan terhadap realitasnya sendiri yang subyektif, tidak karena realitas yang obyektif di luar dirinya.
- Manusia tidak bisa digolongkan sebagai baik atau jahat dari asalnya (by nature).
- Manusia berreaksi sebagai kesatuan organisasi terhadap setiap situasi (Gunarsa, 1996:9-13).
Prinsip Eksitensi dalam Psikologi
Psikologi
eksistensial tidak mengkonsepsikan perilaku sebagai akibat dari
perangsangan dari luar dan kondisi-kondisi badaniah dalam manusia.
Seorang individu bukanlah mangsa lingkungan dan juga bukanlah makhluk
yang terdiri dari insting-insting, kebutuhan-kebutuhan, dan
dorongan-dorongan. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih, dan hanya
ia sendiri yang bertanggungjawab terhadap eksistensinya. Manusia dapat
mengatasi baik lingkungan maupun badan fisiknya apabila ia memang
memilih begitu. Apa saja yang dilakukannya adalah pilihannya sendiri.
Orang sendirilah yang menentukan akan menjadi apa dia dan apa yang akan
dilakukannya.
Lalu
apakah pengaruh eksistensialisme terhadap psikologi? Psikologi
eksistensial ini menjabarkan psikologi yang dilandaskan pada fakta
primordial dari dunia pribadi yang bermakna yang menjadi sasaran dari
segenap aktivitas. Salah satu dalil dasar yang mendasari psikologi
eksistensial adalah setiap manusia unik dalam kehidupan batinnya, dalam
mempersepsi dan mengevaluasi dunia, dan dalam bereaksi terhadap dunia.
Perhatiannya adalah pada kesadaran, perasaan-perasaan, suasana-suasana
perasaan, dan pengalaman-pengalaman pribadi individual yang berkaitan
dengan keberadaan individualnya dalam dunia dan di antara sesamanya.
Intinya dari perspektif ini adalah melihat manusia secara keseluruhan
sebagai subjek.
Sebagaimana tercermin dalam tulisan Binswanger dan Boss, psikologi eksistensial bertentangan dengan pemakaian konsep kausalitas
yang berasal dari ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi. Tidak ada
hubungan sebab akibat dalam eksistensial manusia, hanya ada rangkaian
urutan tingkah laku tetapi tidak bisa menurunkan kausalitas dari
rangkaian tersebut. Sesuatu yang terjadi pada seorang anak-anak bukan
penyebab dari tingkah lakunya kemudian sebagai seorang dewasa. Peristiwa
yang terjadi mungkin memiliki makna eksistensi yang sama akan tetapi
tidak berarti peristiwa A menyebabkan peristiwa B. Psikologi
eksistensial mengganti konsep kausalitas dengan konsep motivasi.
Untuk
menjelaskan perbedaan antara sebab dan motif, Boss mencontohkan dengan
jendela yang tertutup oleh angin dan manusia. Angin menyebabkan jendela
tertutup, tetapi manusia termotif untuk menutup jendela karena ia tahu
bahwa jika jendela terbuka maka air hujan akan masuk. Karena prinsip
kausalitas kurang relevan dengan tingkah laku manusia dan sebaliknya
motivasi dan pemahaman merupakan prinsip-prinsip operatif dalam analisis
eksistensial tingkah laku. (Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner,
1993)
Struktur Eksistensi
Ada-di-Dunia (Dasein)
Merupakan
dasar fundamental dalam psikologi eksistensial. Seluruh struktur
eksistensi manusia didasarkan pada konsep ini. Ada-di-dunia (Dasein)
adalah keseluruhan eksistensi manusia, bukan merupakan milik atau sifat
seseorang. Sifat dasar dari Dasein adalah keterbukaannya dalam
menerima dan memberikan respon terhadap apa yang ada dalam kehadirannya.
Manusia tidak memiliki eksistensi terlepas dari dunia dan dunia tidak
memiliki eksistensi terlepas dari manusia. Dunia dimana manusia memiliki
eksistensi meliputi 3 wilayah, yaitu:
Umweit (dunia biologis, “lingkungan”)
Dunia
objek disekitar kita, dunia natural. Yang termasuk dalam umwelt
diantaranya kebutuhan-kebutuhan biologis, dorongan-dorongan,
naluri-naluri, yakni dunia yang akan terus ada, tempat dimana kita harus
menyesuaikan diri. Akan tetapi umwelt tidak diartikan sebagai “dorongan-dorongan” semata melainkan dihubungkan dengan kesadaran-diri manusia.
Mitweit (“dunia bersama”)
Dunia
perhubungan antar manusia dengan manusia yang lain. Didalamnya terdapat
perhubungan antar berupa interaksi manusiawi yang mengandung makna.
Dalam perhubungan tersebut terdapat perasaan-perasaan seperti cinta dan
benci yang tidak pernah bisa dipahami hanya sebagai sesuatu yang
bersifat biologis semata.
Eigenwelt (“dunia milik sendiri”)
Adalah kesadaran diri, perhubungan diri dan secara khas hadir dalam diri manusia.
Ada-melampaui-Dunia (kemungkinan-kemungkinan dalam manusia)
Analisis
eksistensial mendekati eksistensi manusia dengan tidak memakai
pandangan lain selain bahwa manusia ada di dunia, memiliki dunia, ingin
melampaui dunia. Akan tetapi, Binswanger tidak mengartikan
ada-melampaui-dunia sebagai dunia lain melainkan mau mengungkapkan
begitu banyak kemungkinan yang dimiliki manusia untuk mengatasi dunia
yang disinggahinya dan memasuki dunia baru. Istilah melampaui/mengatasi
dunianya dikenal juga dengan transendensi yang merupakan karakteristik
khas dari eksistensi manusia serta merupakan landasan bagi kebebasan
manusia.
Karena
hanya dengan mengaktualisasikan kemungkinan-kemungkinan tersebut ia
dapat menjalani kehidupan yang otentik, apabila ia menyangkal atau
membatasi kemungkinan-kemungkianan yang penuh dari eksistensinya atau
membiarkan dirinya dikuasai oleh orang-oarang lain atau oleh
lingkungannya, maka manusia itu hidup dalam suatu eksistensi yang tidak
otentik. Manusia bebas memilih salah satu dari keduanya.
Kekurangan dan kelebihan terapi
Salah
satu konsep eksistensial yang paling ditentang oleh kalangan psikologi “ilmiah”
ialah kebebasan individu untuk menjadi menurut apa yang diinginkannya. Jika
benar, maka konsep ini sudah pasti meruntuhkan validitas psikologi yang
berpangkal pada konsepsi tentang tingkah laku yang sangat deterministic. Karena
jika manusia benar-benar bebas menentukan eksistensinya, maka seluruh prediksi
dan control akan menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi sangat terbatas.
(Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner, 1993) . Humanistik eksistensial membuat seseorang
merefleksikan hidupnya sehingga orang tersebut mengenali banyaknya pilihan dan
dapat menentukan pilihannya sendiri sehingga seseorang akan bertanggung jawab
untuk tiap pilihan dan tindakan mereka.
Sumber :
-
Abidin, Zaenal. 2007. Analisis
Eksistensial. Jakarta: PT Raja Grafindo.
-
Corey, Gerald. 2007. Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
-
Poduska, Bernard. 2000. 4
Teori Kepribadian. Jakarta: Restu Agung.
-
Sabri, M. Alisuf. 2001.
Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar