Sabtu, 19 Maret 2011

“Armageddon” Itu Sedang Melintasi Jepang

Adegan horor itu masih membekas di kepala: tiga orang tanpa daya berpegangan di lapangan rumput terbuka, pegawai kantor mencoba menyelamatkan layar komputernya, kasir di pasar swalayan menahan rak yang hampir rubuh. Sambil menahan nafas, kamera beralih ke deretan mobil yang hanyut terseret arus lumpur dan rumah-rumah luluh diterkam ombak raksasa. Tak ada jejak manusia. Seorang pria bergelayut di pintu mobilnya dan pasrah ditelan air bah.

Seniman terkenal Jepang, Katsushika Hokusai (1760-1849), memahat “The Great Wave of Kanagawa”. Lukisan cukil kayu itu seperti flashback banjir bandang dua hari silam. Banyak yang bilang, mahakarya ini salah satu ikon dunia dan dapat disandingkan dengan “Night Watch” (Rembrandt) atau “Mona Lisa” (Leonardo da Vinci). Tiba-tiba, seni rupa Katsushika itu tak ada artinya dibanding terjangan tsunami di Negeri Komik Manga. Rekaman gambar ala kadarnya di televisi jauh lebih mencekam.

“Kota itu dihantam badai tsunami. Di beberapa titik, api mulai berkobar,” seru seorang presenter televisi Belanda Jumat (11/3) lalu. Masih belum jelas nama kota itu. Si jago merah terlihat mengepulkan asap tebal. Bencana pun kenal simfoni destruktif. Empat elemen utama kehidupan – air, api, tanah, dan udara – murka. Armageddon turun sejenak ke bumi dan singgah di Negeri Para Samurai. Tanpa mukadimah. Langsung dibarengi jeritan dan sedu-sedan.
Seorang lelaki lansia duduk kaku di kursi. Tak peduli diguncang gempa di sekelilingnya. Seorang pemuda tergopoh-gopoh berusaha menopang kakek itu. Sosok rapuh itu bergeming tanpa ekspresi. Mungkin didera syok berat. Di televisi, news ticker terus berjalan.
Belum jelas, berapa besar gelombang dahsyat itu. Menurut saksi mata, badai setinggi minimal 10 meter terlihat di daerah bencana. Tim SAR mencari korban kapal karam. Kejuaraan seluncur es di Kanal Dua…
Gempa bumi adalah bencana alam paling menakutkan. Serangan itu bersumber langsung dari mother earth – ibu pertiwi. Ada ungkapan, surga itu di bawah telapak kaki ibu. Sekalinya ibu berang, bakal telak menusuk sukma. Tak ada lagi tanah tempat berpijak. Manusia cuma debu beterbangan. Seismolog ikut berduka dan menyebut angka 8,9 pada skala Richter. Gelegar itu begitu hebatnya. Langit tiba-tiba gelap dan bergemuruh tak terkira. Kosmos seakan ikut menangis.
Media Jepang melaporkan, jawatan kereta api kehilangan kontak dengan puluhan gerbong. Ratusan rumah hancur dilibas tsunami. Diperkirakan, angka korban tewas akan membengkak. Kejuaraan seluncur es di Kanal Dua…
Berbeda dengan tornado, gempa bumi tak kenal klasifikasi. Gempa adalah gempa. Lindu adalah lindu. Titik. Tak ada gempa puyuh, tak ada lindu puting beliung. Gempa Jumat silam di Negeri Sakura tercatat paling gawat sejak 140 tahun. Untung, pewarta warga sigap mengirim gambar. Telepon genggam dan kamera CCTV jadi saksi bisu apocalypse di Negeri Matahari Terbit.
Reaktor nuklir bocor di Fukushima. Belum jelas, kerusakan yang tercatat. Sejauh ini, situasi cukup terkendali. Kejuaraan seluncur es di Kanal Dua…
Berita CNN, BBC World, dan Al Jazeera senada. Dikejar tenggat waktu, jajaran redaksi berupaya serentak menampilkan japanolog, seismolog, dan oceanolog. Dengan gamblang mereka menjabarkan gempa bumi, tsunami, dan mentalitas tangguh orang Jepang menghadapi musibah alam. Tak usah gentar. Masih ada sedikit titik terang di tengah situasi kalut. Sekalipun imbas tsunami tak dapat diredam, negara-negara di sekitar Samudra Pasifik punya sedikit waktu untuk mengungsi. Radiasi mengintai. Tragedi Hiroshima dan Nagasaki jangan terulang lagi.

Gejala Hujan Es di Jakarta


JAKARTA - Hujan es beberapa kali muncul di sejumlah daerah belakangan ini. Kemunculan hujan es yang jarang ini memiliki sifat yang sulit diprediksi pada musim pancaroba.

Kepala Bidang Informasi Meteorologi Publik BMG Ahmad Zakir menjelaskan, secara teori, hujan es hanya terjadi pada awan yang bergumpal-gumpal dan berwarna hitam pada siang dan sore hari.

"Atau biasa disebut awan cumulusnimbus," jelas dia dalam rilis yang diterima okezone, Minggu (6/4/2008).

Awan tersebut terjadi jika pada pagi hari terasa panas, dan tumbuh akibat adanya konveksi yang sangat kuat.

"Konveksi yang kuat ini menyebabkan pergerakan uap air melewati udara dingin di atasnya dan membentuk awan CB (cumulonimbus)," tambah dia.

Di dalam awal CB itu tumbuh kristal es yang lama kelamaan menjadi lebih besar. Pembentukan kristal ini terjadi karena udara di dalam awan lebih dingin dari udara di sekitarnya. "Sehingga pembentukan kristal semakin mudah dan akhirnya jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan es," terang Zakir.

Suatu daerah yang sudah dilanda hujan es, menurut dia, tidak mungkin mengalami kejadian serupa kedua kalinya.

"Karena secara statistik atau klimatologi hujan tidak mempunyai periode ulang yang pasti, periodenya acak, dan pertumbuhan awan CB yang berpoptensi kristal masih tergantung pada proses mikrofisis dalam awan itu sendiri," paparnya.

Gejala umum yang mungkin dapat dipantau sebelum terjadinya hujan es antara lain: potensi lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, meski bisa terjadi pada malam hari.

Selain itu, satu hari sebelumnya pada malam hingga pagi hari udara terasa panas. "Menjelang siang hari, ada pertumbuhan awan yang berlapis-lapis dan berwarna abu-abu, namun di sekitarnya cerah," jelasnya.

Setelah cukup matang, lanjut Zakir, awan tersebut akan menghembuskan udara dingin, yang berbarengan dengan hujan es.

Namun begitu, hujan es tidak menimbulkan kerusakan yang dahsyat, namun dapat membuat sakit pada wajah jika tengah mengendarai roda dua.

"Juga membuat suara keras pada atap rumah maupun kaca mobil," pungkas Ahmad Zakir.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, hujan es antara lain melanda Bekasi dan Bandung.

                                            www.okezone.com