Rabu, 21 Maret 2012

Fenomena Masyarakat dengan Teori Kesehatan Mental

Orang yang dapat menyesuaikan diri merupakan dasar bagi penentuan derajat kesehatan mental bagi seseorang . Orang yang dapat menyesuaikan diri secara aktif dan realistis sambil tetap mempertahankan stabilitas diri mengindikasikan adanya kesehatan mental yang tinggi pada dirinya . Sebaliknya mereka yang tidak mampu menyesuaikan diri secara aktif, tidak realistic dan tidak stabil dirinya menunjukan rendahnya kesehatan mental pada dirinya. Dengan kata lain kemampuan penyesuaian diri merupakan variable utama dalam kesehatan mental setara dengan peningkatan kemampuan penyesuaian diri yang aktif, realistik disertai dengan stabilitas diri .
Kemampuan penyesuaian diri idealnya dilatih dan dibina sejak kecil, Namun peningkatan kemampuan ini bukan tidak dapat dilakukan ketika seseorang sudah dewasa. Dari waktu ke waktu idealnya manusia perlu terus mengembangkan kemampuan penyesuaian dirinya yang aktif, realistic dan dinamis sambil tetap menjaga stabilitas diri. Dalam banyak literatur psikologi kesehatan , pengembangan diri dan kemampuan penyesuaian diri merupakan salah satu indikasi dari kepribadian yang sehat. Dalam uraian Gordon W. Allport, Carl Rogers, Abraham Maslow dan Viktor Frankl . Menegaskan bahwa pribadi yang sehat selalu ditandai dengan keinginan untuk tumbuh dan berkembang , berorientasi ke masa depan sambil tetap realistis dan mampu melakukan inovasi bagi diri sendiri serta lingkungannnya. Perbaikan kemampuan penyesuaian diri tidak hanya perlu dilakukan pada mereka yang mengalami gangguan mental tetapi juga pada siapa saja.
Misalnya seorang anak yang baru pindah sekolah karena mengikuti orang tuanya yang dipindah tugaskan dari pedesaan/pedalaman ke Ibu Kota Jakarta, Dia tahu bahwa pergaulannya telah berubah 180ยบ. Dia bisa menyesuaikan dirinya dengan teman-temannya sekarang tetap bergaul layaknya anak-anak lainnya namun dia tetap bisa menjaga norma serta penerapan yang telah Orang Tuanya berikan sejak dia masih kecil bahwa apa pun yang dia lakukan harus tetap menjaga norma agama, serta budaya . Meskipun sejak dulu Orang Tuanya memberikan kebebasan dia dalam bergaul namun dia juga tetap diberatkan dengan tanggung jawab yang harus tetap dia pikul dan tetap dia bawa . Apa pun yang dia lakukan sekarang meskipun secara kasat mata dia sama seperti anak yang lain sering ‘nongkrong’ bareng namun dia tetap menjaga nama baik dia sendiri, nama baik Orang Tua dan Keluarga dan tetap berpegang teguh bahwa semua harus sesuai dengan norma agama dan norma budaya yang selama ini telah ditetapkan Orang Tuanya.

Artikel Psikologi Kesehatan Mental


Beberapa waktu lalu muncul laporan mengenai tanda-tanda orang kecanduan Facebook atau situs jejaring sosial lainnya, misalnya Anda mengubah status lebih dari dua kali sehari dan rajin mengomentari perubahan status teman. Anda juga rajin membaca profil teman lebih dari dua kali sehari meski ia tidak mengirimkan pesan atau men-tag Anda di fotonya.

Laporan terbaru dari The Daily Mail menyebutkan, kecanduan situs jejaring sosial seperti Facebook atau MySpace juga bisa membahayakan kesehatan karena memicu orang untuk mengisolasikan diri. Meningkatnya pengisolasian diri dapat mengubah cara kerja gen, membingungkan respons kekebalan, level hormon, fungsi urat nadi, dan merusak performa mental. Hal ini memang
bertolak belakang dengan tujuan dibentuknya situs-situs jejaring sosial, di mana pengguna diiming-imingi untuk dapat menemukan teman-teman lama atau berkomentar mengenai apa yang sedang terjadi pada rekan Anda saat ini.

Suatu hubungan mulai menjadi kering ketika para individunya tak lagi menghadiri social gathering, menghindari pertemuan dengan teman-teman atau keluarga, dan lebih memilih berlama-lama menatap komputer (atau ponsel). Ketika akhirnya berinteraksi dengan rekan-rekan, mereka menjadi gelisah karena "berpisah" dari komputernya.

Si pengguna akhirnya tertarik ke dalam dunia artifisial. Seseorang yang teman-teman utamanya adalah orang asing yang baru ditemui di Facebook atau Friendster akan menemui kesulitan dalam berkomunikasi secara face-to-face. Perilaku ini dapat meningkatkan risiko kesehatan yang serius, seperti kanker, stroke, penyakit jantung, dan dementia (kepikunan), demikian
menurut Dr Aric Sigman dalam The Biologist, jurnal yang dirilis oleh The Institute of Biology.

Pertemuan secara face-to-face memiliki pengaruh pada tubuh yang tidak terlihat ketika mengirim e-mail. Level hormon seperti oxytocin yang mendorong orang untuk berpelukan atau saling berinteraksi berubah, tergantung dekat atau tidaknya para pengguna. Beberapa gen, termasuk gen yang berhubungan dengan sistem kekebalan dan respons terhadap stres, beraksi secara berbeda, tergantung pada seberapa sering interaksi sosial yang dilakukan seseorang dengan yang lain.

Menurutnya, media elektronik juga menghancurkan secara perlahan-lahan kemampuan anak-anak dan kalangan dewasa muda untuk mempelajari kemampuan sosial dan membaca bahasa tubuh. "Salah satu perubahan yang paling sering dilontarkan dalam kebiasaan sehari-hari penduduk Inggris adalah pengurangan interaksi dengan sesama mereka dalam jumlah menit per hari. Kurang dari dua dekade, jumlah orang yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang dapat diajak berdiskusi mengenai masalah penting menjadi berlipat."

Kerusakan fisik juga sangat mungkin terjadi. Bila menggunakan mouse atau memencet keypad ponsel selama berjam-jam setiap hari, Anda dapat mengalami cidera tekanan yang berulang-ulang. Penyakit punggung juga merupakan hal yang umum terjadi pada orang-orang yang menghabiskan banyak waktu duduk di depan meja komputer. Jika pada malam hari Anda masih sibuk mengomentari
status teman Anda, Anda juga kekurangan waktu tidur. Kehilangan waktu tidur dalam waktu lama dapat menyebabkan kantuk berkepanjangan, sulit berkonsentrasi, dan depresi dari sistem kekebalan. Seseorang yang menghabiskan waktunya di depan komputer juga akan jarang berolahraga sehingga kecanduan aktivitas ini dapat menimbulkan kondisi fisik yang lemah, bahkan obesitas.

Tidak heran jika Dr Sigman mengkhawatirkan arah dari masalah ini. "Situs jejaring sosial seharusnya dapat menjadi bumbu dari kehidupan sosial kita, namun yang kami temukan sangat berbeda. Kenyataannya situs-situs tersebut tidak menjadi alat yang dapat meningkatkan kualitas hidup, melainkan alat yang membuat kita salah arah," tegasnya.

Namun, bila aktivitas Facebook Anda masih sekadar sign in, mengonfirmasi friend requests, lalu sign out, tampaknya Anda tak perlu khawatir bakal terkena risiko kanker, stroke, bahkan menderita pikun.